tentang.co.id – antara sekian banyak kearifan yang berhasil disimpulkan oleh Pusat Studi Kelirumologi berdasar penelitian tentang kekeliruan adalah pentingnya belajar dari kekeliruan masa lalu agar tidak membuat kekeliruan yang sama di masa depan.

Pemilu 2024 sudah makin mendekat. Pemilu 2019 telah tercatat di lembaran hitam sejarah Indonesia sebagai pemilu terburuk akibat terbukti sambil memecah-belah bangsa menjadi polarisasi dua kubu yang saling menghujat karena saling membenci.

Pemilu 2019 memang benar-benar berhasil memilukan sanubari bangsa, negara dan rakyat Indonesia. Jelas ada kekeliruan yang hadir pada pemilu 2019.

Kekeliruan yang sudah terlanjur dilakukan jelas mustahil diperbaiki, namun yang belum terlanjur terjadi jelas mampu jika mau diperbaiki.

Yang mampu memperbaiki masa depan pemilu adalah lembaga yang dipercaya menyelenggarakan pemilu di Indonesia, yaitu KPU sebagai akronim Komisi Pemilihan Umum.

Maka dengan penuh kerendahan hati sebagai pendiri Pusat Studi Kelirumologi, saya memberanikan diri menyampaikan dua saran kepada KPU.

Saran pertama demi mencegah agar jangan sampai pilpres 2024 kembali memecah-belah bangsa seperti pilpres 2019 adalah KPU berkenan fokus bertanggung jawab atas mutu pemilu yang diselenggarakan, maka KPU mewajibkan setiap capres untuk bertanggung jawab atas sikap dan perilaku para pendukung masing-masing yang lazim disebut sebagai relawan.

Setiap capres harus memiliki sifat utama kepemimpinan seorang presiden, yaitu bertanggung jawab penuh atas sepak-terjang para anak buah dirinya sendiri.

Maka pada masa kampanye KPU mewajibkan setiap capres harus bertanggung-jawab atas tingkah-laku para relawan terutama yang rawan membentuk polarisasi demi memecah-belah bangsa.

Jika tidak sanggup, berarti sang capres memang tidak memiliki kemampuan kepemimpinan maka harus didiskualifikasi sebagai capres agar jangan sampai menjadi presiden yang tidak bertanggung jawab.

Pada masa kampanye pemilu para relawan silakan maksimal memuji junjungan masing-masing setinggi langit. Namun dilarang menghujat, melecehkan apalagi memfitnah junjungan pihak lawan politik agar tidak terjadi polarisasi yang memecah belah bangsa seperti pada pilpres 2019.

Saran ke dua demi meminimalisir kecurangan maupun petugas menjadi korban nyawa seperti pada masa Pemilu 2019, KPU perlu mewujudkan Pemilu 2024 sebagai e-pemilu alias elektronik pemilu demi menjamin kejujuran maupun mengurangi beban kerja para petugas pemilu sehingga mengurangi kelelahan yang terbukti menewaskan ratuan petugas saat Pemilu 2019.

Sudah barang tentu tidak ada petugas Pemilu 2024 yang mau mengulang nasib kelelahan sampai kehilang nyawa seperti pada Pemilu 2019. Satu korban nyawa sudah terlalu banyak.

BRIN siap mendukung e-pemilu dengan sistem, teknologi serta putra-putri terbaik Indonesia yang secara lahir-batin siap-siaga mendukung penyelenggaraan e-pemilu secara jujur, adil, damai serta efisien namun efektif.

Mengenai biaya juga tidak perlu dirisaukan, sebab jika terbukti Indonesia mampu membiayai pembangunan ibu kota baru, maka jelas Indonesia juga mampu membiayai penyelenggaraan e-Pemilu.

Namun sayang setriliun sayang, tampaknya ada pihak yang diuntungkan oleh penyelenggaraan pemilu secara manual maka dengan segala upaya gigih berjuang mati-matian mempertahankan penyelenggaraan pemilu secara manual demi menghalangi jangan sampai e-Pemilu terselenggara di persada Indonesia tercinta.

Bagi mereka, biarkan saja pemilu di Indonesia terselenggara secara curang serta menelan korban jiwa para petugas pemilu! Yang penting jangan sampai keuntungan politis maupun profit cuan yang diperoleh dari penyelenggaraan pemilu secara manual hilang lenyap akibat pemilu diselenggarakan secara elektronik.

Pada hakikatnya baik secara manajerial maupun teknologi bangsa Indonesia jelas sudah mampu menyelenggarakan e-Pemilu. Jika mau pasti mampu. Jika tidak mampu berarti sekadar tidak mau.