Jakarta: Produksi jeruk di dunia diperkirakan berkisar hingga 53,84 juta ton/tahun. Produksi besar ini menyumbangkan limbah kulit jeruk hingga 2,8 juta ton/tahun.
 
Limbah yang tidak ditangani dengan baik sangat berpotensi mencemari lingkungan. Guru Besar Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran (Unpad) Euis Julaeha menyebut limbah buah jeruk, seperti kulit dan biji memiliki kandungan kimia yang bermanfaat. 
 
Salah satu kandungan dalam kulit jeruk ialah minyak asiri. Minyak asiri dari kulit jeruk merupakan metabolit sekunder yang terdiri atas mono, seskui terpene, dan terpene teroksigenasi.


“Telah banyak dilaporkan minyak asiri ini mempunyai aktivitas biologi sebagai antimikroba, antinyamuk, antioksidan, aromaterapi, insektisida, antikanker, dan antiinflamasi,” kata Euis saat menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Aplikasi Zat Bioaktif Genus Citrus Terenkapsulasi untuk Bidang Kosmetikotekstil” dikutip dari laman unpad.ac.id, Rabu, 24 Agustus 2022. 
 
Minyak asiri juga bisa diperoleh dari biji jeruk. Euis menyebut biji jeruk juga dapat menghasilkan minyak non-asiri yang merupakan metabolit sekunder dan memiliki aktivitas biologi sebagai insektisida, antioksidan, dan antimikroba.
 
Beberapa komponen dari jeruk lainnya yang bisa menghasilkan minyak asiri adalah kulit kayu, akar, daun, dan bunga. Euis menjelaskan minyak asiri pada jeruk dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai metode, baik konvensional serta nonkonvensional. 
 
Pada metode konvensional, yang paling banyak digunakan ialah melalui hidrodistilasi menggunakan air. “Hidrodistilasi menggunakan air ada tiga metode, yaitu dengan menggunakan air secara langsung, menggunakan air dan uap, serta uap langsung,” papar dia. 
 
Euis banyak melakukan penelitian mengenai aktivitas minyak asiri. Salah satu penelitiannya ialah pengembangan metode mikroenkapsulasi untuk minyak asiri. 
 
Dia menuturkan minyak asiri terbukti memiliki berbagai aktivitas, tetapi dalam aplikasinya minyak asiri memiliki berbagai kelemahan. Kelemahan dari minyak asiri di antaranya mudah menguap, terdegradasi, dan teroksidasi. 
 
“Kami memikirkan bagaimana caranya agar kami tetap memanfaatkan potensi aktivitas dari minyak asiri sehingga bisa diaplikasikan,” kata Euis.
 
Euis dan tim bekerja sama dengan Balai Besar Tekstil melakukan pembuatan mikrokapsul. Melalui kerja sama ini, Euis mengembangkan mikrokapsul minyak asiri yang bisa diaplikasikan untuk keperluan tekstil.
 
Dari penelitian tersebut, Euis berhasil mengembangkan kain berisi mikrokapsul yang memiliki aktivitas antinyamuk. Selain itu, aplikasi mikrokapsul juga bisa digunakan untuk kosmetikotekstil.
 
“Tekstil yang sudah kami sisipi dengan mikrokapsul memiliki fungsi lain tidak hanya sebagai pakaian, tetapi juga antibakteri ataupun fungsi-fungsi lainnya,” kata Euis.
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.