Dalam penjelasan awalnya, Andi menyampaikan, stroke iskemik merupakan jenis yang menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah sehingga aliran darah ke seluruh dan sebagian otak terhenti. Ia menambahkan bahwa 80 persen kasus stroke berasal dari proses iskemik yang disebabkan oleh sumbatan trombotik atau tromboembolik.
“Lokasi yang sering terjadi pembekuan darah berada di arteri serebral ekstrakranial, jantung, arteri kecil, dan lain sebagainya,” terangnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Lelaki kelahiran Batam tersebut melanjutkan, stroke iskemik dapat mengakibatkan defisit neurologis dalam vokal maupun pola seperti tangga. Ia pun menambahkan, gejala muntah maupun kehilangan kesadaran akan jarang terjadi.
“Sehingga, alasan pemilihan data iskemik tersebut adalah sebagai awal mendeteksi sumbatan yang terjadi dalam otak sebelum pendarahan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Andi membeberkan, metode yang selama ini digunakan oleh para ahli radiologi adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang merupakan metode non invasif yang dapat membedakan jaringan lunak di dalam otak. Keuntungan MRI sendiri adalah dapat menghasilkan citra yang membedakan jaringan menggunakan sifat fisik dan bio kimianya melalui mekanisme kontras yang digunakan dengan berbagai protokol dan parameter.
Pada proses MRI, dihasilkan tiga data berupa data sekuens MRI T1 weighted image (T1W), T2 weighted image (T2W), dan fluid-attenuated inversion recovery (Flair) sering digunakan dalam melakukan diagnosis awal stroke iskemik dan hemoragik oleh ahli radiologi. Untuk mendapatkan kualitas MRI yang baik, perlu dilakukan peningkatan citra lewat cara menaikkan resolusi citra pada MRI diperlukan adanya nilai kekuatan medan MRI yang besar untuk menghasilkan gambar scan yang jelas.
Untuk itu dalam penelitiannya, Andi berhasil menciptakan sistem dengan metode pendekatan baru yang diusulkan teknik semi otomatis yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Dalam penelitian saat ini, ia menggunakan metode klasifikasi Quad Convolutional Layers (QCL) dan Hepta Convolutional Layer Neural Network (HCL-NN) yang menghasilkan penambahan layer konvolusi yang dapat meningkatkan akurasi klasifikasi.
“Selain itu, klasifikasi tersebut dapat menyederhanakan proses hyperparameter tuning,” jelasnya.
Dengan adanya peningkatan sistem tersebut, ahli radiologi dapat meminimalisasi kesalahan dalam mendiagnosa pasien stroke. Selain itu, sistem klasifikasi otomatis tersebut dapat mencegah terjadinya multi interpretasi tentang letak, bentuk geometri, serta pergerakan fisiologi pasien stroke melalui pemeriksaan citra MRI.
“Tentu inovasi ini akan menghasilkan akurasi yang tinggi dan bermanfaat untuk para tenaga medis Indonesia, khususnya ahli radiologi,” ujar dosen Departemen Teknik Elektro Universitas Semarang (USM) ini.
Ke depannya, Andi berharap bahwa penelitian ini dapat dilanjutkan dan didukung dengan baik oleh instansi pendidikan yang berkaitan. Ia pun mengekspresikan kebahagiaannya atas dukungan yang diberikan oleh ITS dalam menunjang penelitiannya.
“Terima kasih ITS atas kiprahnya dalam meningkatkan dan membantu saya dalam penelitian ini,” ucapnya.
(CEU)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.