tentang.co.id – Direktur Lokataru, Haris Azhar, meminta agar manifes gas air mata yang digunakan polisi dalam tragedi Kanjuruhan , Malang, 1 Oktober 2022, diselidiki.

Saat ini, Lokataru bersama dengan sejumlah elemen sipil, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tengah menempuh investigasi independen atas tragedi stadion terburuk kedua sepanjang sejarah olahraga modern di dunia itu.

Secara spesifik, Haris cs mencurigai bahwa gas air mata yang digunakan itu kedaluwarsa. Ada tiga hal yang mendasari kecurigaan itu.

“Pertama, efeknya sangat cepat dan melumpuhkan sistem tubuh. Ada informasi yang kami perolem, buruk banget dari semua korban yang kita temui, itu parah sesaknya, sampai pingsan dua kali” kata Haris kepada Kompas.com, Minggu (9/10/2022).

Hal ini diperparah dengan pekatnya gas air mata karena polisi menembaknya berulang kali ke tribun penonton.

“Dengan kandungan yang diduga sudah expired, dengan volume yang seberapa banyak, dalam berapa menit, kalau dia tidak dapat pertolongan, mengakibatkan apa, pada badan yang seperti apa, itu pertanyaan penting di sana,” lanjutnya.

Haris mencurigai bahwa banyak kematian terjadi di luar tribun. Sebagai informasi, Tragedi Kanjuruhan menewaskan sedikitnya 131 orang, 2 di antaranya polisi. Berdasarkan keterangan dari pelbagai saksi yang ditemui Lokataru dkk, mereka melihat banyak orang dibopong di luar stadion.

Kecurigaan kedua, hingga sekarang, tidak ada penjelasan resmi soal jumlah gas air mata yang dibawa oleh polisi di Kanjuruhan malam itu.

“Tidak ada disclaimer juga soal jenis dan produksi (gas air mata). Ada yang disembunyikan,” ungkapnya.

Ketiga, polisi juga sebetulnya memiliki kewenangan untuk melakukan autopsi pada jasad korban yang meninggal dunia tidak wajar, tetapi sejauh ini, tidak ada proses autopsi itu.

“(Sengaja) tidak ada autopsi,” sebut eks Koordinator Kontras itu.

Oleh karenanya, manifes gas air mata mutlak diperiksa, bukan hanya untuk mencari tahu apakah gas air mata yang digunakan di Kanjuruhan kedaluwarsa atau tidak.

“Pertama, bendanya dulu dilihat, period of time atau out of date. Kedua, massa, volumenya,” ujar dia.

“Senjata gas air mata, yang perlu kami tekankan, pemeriksaan lebih jauh, keterbukaan, dan itu menjadi hak korban, terkait manifes gas air mata itu sendiri. Apakah itu sudah kedaluwarsa, apakah tidak,” pungkas Haris.