Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani memainkan penerimaan mahasiswa di tempatnya. Karomani diyakini menentukan kelulusan tergantung dari penerimaan duit suap.
 
Dugaan ini didalami dengan memeriksa delapan saksi dari pihak internal Unila. Salah satu saksi, yakni Dekan Fakultas Kedokteran Unila Dyah Wulan Sumekar.
 
“Didalami perihal adanya aliran sejumlah uang yang diterima tersangka KRM (Karomani) dalam penentuan kelulusan dari Maba dimaksud,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Minggu, 18 September 2022.


Kerujuh saksi lain, yakni Dekan Fakultas Hukum Unila M Fakih, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Patuan Raja, Dekan Fakultas Teknik Unila Helmy Fitriawan, Dosen Unila Mualimin, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Utomo, Dekan Fakultas Pertanian Unila Irwan Sukri Banuwa dan staf pembantu rekor satu Unila Tri Widioko.
 
Ali enggan memerinci besaran uang untuk menentukan kelulusan di Unila. Penyidik juga meminta para saksi menjelaskan tugas Karomani dalam proses seleksi mahasiswa baru di Unila.
 
“Digali pengetahuannya antara lain terkait posisi dan kewenangan dari tersangka KRM dalam pelaksanaan proses seleksi mahasiswa baru pada beberapa fakultas di Unila,” ujar Ali.
 

Rektor Unila Karomani ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa. Selain Karomani, KPK juga menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri; dan pihak swasta, Andi Desfiandi sebagai tersangka.
 
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
 
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 

(JMS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.