Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan Riyono menyebut penaikan harga solar nonsubsidi sudah memukul nelayan dan dunia perikanan. Apalagi harga solar mencapai Rp23.000.
“Kalau solar subsidi untuk nelayan dinaikkan, terus nelayan akan makan apa?” kata Riyono. lanjut Riyono dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 Agustus 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dia menyebut 3.000 kapal tidak bisa melaut karena biaya BBM membengkak sampai 60 persen. Kenaikan BBM dan juga diiringi kenaikan biaya perbekalan nelayan.
Menurut Riyono, penaikan harga BBM ini berdampak sangat serius. Hampir 7.000 kapal di atas 30 GT izin pusat yang terancam bangkrut akibat kenaikan harga solar. Kondisi ini akan semakin parah jika solar subsidi dinaikkan. Nelayan kecil yang terdampak akan berjumlah sangat besar.
“Visi poros maritim tidak mampu hadir disaat nelayan susah, negara tidak hadir saat kondisi susah,” tutup Riyono.
Riyono menyebut nelayan binaan PKS tegas menolak dan meminta anggaran lain dialihkan untuk subsisi solar bagi nelayan kecil. Misalnya, anggaran pembangunan Ibu Kota Negara.
Regulasi bikin nelayan teriak
Harapan nelayan dan sektor perikanan untuk bangkit terganjal oleh berbagai regulasi dan kondisi yang memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan. Dia mengkritik sejumlah regulasi, misalnya Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Nampaknya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum memahami psikologi serta denyut nadi nelayan,” papar Riyono.
Menurut Riyono, Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu ST, hanya fokus meningkatkan pendapatan negara lewat tarif yang dikutip dari sektor perikanan. Dia berharap pemerintah mengkaji ulang aturan yang dinilai tak memerhatikan kondisi nelayan.
Terutama Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 85 tentang Harga Patokan Ikan (HPI) dan Permen KP Nomor 86 tentang Pungutan Hasil Perikanan.
“(Aturan tersebut) membuktikan bahwa KKP tidak memiliki sense of crisis sekaligus gagal berkomunikasi dengan nelayan, tapi kenapa Presiden Jokowi menandatanginya?” kata Riyono heran.
(SUR)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.