Jakarta: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menunjukkan prestasi terbaik di ajang internasional. Kali ini, tim robot terbang Bayucaraka ITS berhasil menyabet dua gelar juara dalam kategori Fixed Wing pada ajang Tübitak International Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Competition 2022 yang diadakan di Turki.
 
Pembina tim Bayucaraka ITS Heri Suryoatmojo menjelaskan Tübitak International UAV Competition telah diselenggarakan sejak 2016. Kompetisi bertujuan meningkatkan kesadaran kaum muda akan kendaraan udara tak berawak (UAV).
 
“Terdapat dua kategori yang dilombakan dalam kompetisi ini, yaitu Fixed Wing dan Rotary Wing,” papar Heri dalam keterangan tertulis, Selasa, 16 Agustus 2022.


ITS mengirimkan tim LeonarDoro sebagai perwakilan Bayucaraka ITS untuk berlaga di kategori Fixed Wing dan tim Soeromiber untuk kategori Rotary Wing. Masing-masing tim terdiri dari tiga mahasiswa.
 
“Dari dua tim yang bertanding, tim LeonarDoro berhasil menyabet dua penghargaan sekaligus, yakni Best Performance Fixed Wing Plane dan Originality Fixed Wing Plane,” kata Heri.
 
Dia mengatakan dalam kategori Fixed Wing, tim Bayucaraka ITS mendapatkan pujian dari juri karena berhasil menampilkan kecepatan dan akurasi yang baik. Tak hanya itu, tim robot terbang kebanggaan ITS ini juga dituntut membuat motor penggerak pesawat secara handmade, bukan hasil pabrik.
 
Seluruh tim dalam kategori Fixed Wing diharuskan menyelesaikan dua misi pada kompetisi ini. Pertama, pesawat tanpa awak wajib melakukan manuver membentuk angka delapan ketika terbang dengan waktu secepat mungkin. Selain itu, pesawat juga tidak diperbolehkan melewati batas yang telah ditetapkan juri.
 
Sedangkan, misi kedua, setiap pesawat diminta menjatuhkan suatu barang dari udara pada daerah sasaran yang telah ditentukan. Heri menuturkan terdapat enam uji coba yang bisa dilakukan semua tim yang berlaga sebelum tahap final.
 
“Masa percobaan tersebut dibuat agar setiap tim dapat memaksimalkan performanya,” tutur Heri.
 
Selain ITS, terdapat tiga perwakilan lain yang berasal dari Indonesia, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Riau (Unri). “Dan kami bersyukur karena berhasil menggondol kejuaraan sekaligus mengharumkan Indonesia di kancah internasional,” kata dosen Departemen Teknik Elektro ITS tersebut.
 
Sementara itu, Ketua Tim Bayucaraka, Raflis Al Qhazali, mengatakan tahapan kompetisi ini dimulai sejak Februari 2022 dan melewati proses panjang. Pertama, tim Bayucaraka diminta memberikan konsep desain ke pihak Tübitak.
 
Setelah dinilai layak untuk dilombakan, tim Bayucaraka harus mendetailkan kembali konsep desain tersebut sekaligus melakukan pengembangan pada pesawatnya. “Setelah lolos, kami harus melakukan development kembali selama satu bulan sembari menyiapkan final,” papar dia.
 
Raflis menyebut ada banyak tantangan yang dihadapi selama mengikuti kompetisi ini. Pasalnya, waktu pengerjaan yang sempit dinilai tak cukup untuk memaksimalkan performa motor penggerak handmade. “Namun kami merasa cukup puas dengan upaya yang telah kami berikan dalam pengerjaan motor penggerak ini,” ucap dia.
 
Meski sempat vakum dan tak membawa pulang juara selama dua tahun terakhir, Raflis menilai tahun ini merupakan titik balik bagi Bayucaraka ITS. Dia berharap bisa meraih gelar juara pertama di tahun mendatang.
 
“Kami akan terus mengevaluasi diri dan berupaya mengembangkan kembali pesawat tanpa awak ini,” tutur dia.
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.