TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan biaya yang diperlukan untuk menjadi kepala daerah yang ternyata cukup fantastis, mencapai puluhan bahkan ratusan miliar rupiah.

Besaran dana yang harus disiapkan bervariasi untuk setiap daerah bergantung pada lokasinya.

“Versinya Kemendagri modalnya adalah untuk kabupaten atau kota yang pinggiran Rp30-50 miliar. Di atas, itu yang menengah Rp 50 miliar sampai Rp 100 miliar untuk yang metro sudah di atas Rp150 miliar,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam webinar, Jumat (16/9/2022).

Ghufron mengatakan, tidak proporsionalnya gaji hingga mahalnya biaya politik membuat kepala daerah terpaksa untuk mengembalikan modal politik dengan cara koruptif.

Ia membeberkan, setidaknya sudah ada ratusan pejabat kepala daerah hingga legislator yang telah ditangkap KPK lantaran berbuat korupsi.

“Kita tahu gaji kepala daerah masih relatif tidak proporsional dengan bebannya. Sehingga, mau tidak mau proses pengembalian modal itu dengan cara korup, me-maintain proses dukungan politik juga butuh biaya, harus bikin program Sinterklas kepada publik. Apalagi, kalau mau nyambung untuk proses politik lebih lanjut atau tahap kedua,” katanya.

Baca juga: 3 Kepala Daerah Papua Termasuk Gubernur Lukas Enembe Jadi Tersangka Korupsi, Ini Kata KPK

“Ini yang menyebabkan proses berbiaya tinggi, ditopang gaji yang belum proporsional menjadikan korupsi sebagai jalan keluarnya. Ketika korup, kucing-kucingan dengan KPK, dan melahirkan sudah 300 kader di legislatif, yang duduk di kepala daerah sudah 144,” tambahnya.

Menurut Ghufron, tingginya biaya politik tersebut menyebabkan proses demokrasi menjadi transaksi bisnis.

“Demokrasi di Indonesia, yang sampai saat ini masih biayanya sangat tinggi mengakibatkan proses politik yang harusnya secara hati nurani menjadi transaksi bisnis,” sebutnya.

Pihaknya mendorong agar segera dibuat Undang-Undang Partai Politik untuk mengatur penggunaan anggaran hingga bantuan serta sistem politik.

Baca juga: KPK Dikabarkan OTT Kepala Daerah dari Jawa Tengah Dekat Gedung DPR

“Mari kita bangun sistem politik ke depan yang lebih berintegritas dan itu awalnya dari kebijakan pembentukan Undang-Undang parpol. Baik tentang penggunaan anggaran, bantuannya, termasuk tentang sistem politiknya seperti apa. Apakah terbuka, proporsional maupun apapun,” ujarnya.

Terpisah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengizinkan penjabat (pj) kepala daerah, baik gubernur maupun wali kota/bupati, untuk menjatuhkan sanksi dan mutasi pegawai.

Pemberian izin ini, diklaim Tito, untuk memberikan kemudahan serta efisiensi kepada pj kepala daerah dalam menjalankan birokrasi.

“Dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam aspek kepegawaian perangkat daerah,” kata Tito dalam Surat Edaran Mendagri Nomor 821/5492/SJ yang disampaikan kepada para kepala daerah, tertanggal 14 September 2022.(Tribun Network/ham/kps/wly)


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.