Berbicara pada wartawan dalam briefing harian Senin pagi (7/8), juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian kembali menyampaikan peringatan tentang konsekuensi serius yang akan terjadi jika Ketua DPR Nancy Pelosi bersikeras melawat ke Taiwan. Zhao menegaskan kunjungan itu akan “menginjak-injak prinsip Satu Cina dan sangat mengancam perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan.”

Zhao tidak merinci konsekuensi spesifik apapun, tetapi menegaskan kembali bahwa Beijing “sepenuhnya siap dan menunggu dengan sungguh-sungguh.”

“Kami akan sekali lagi mengingatkan Amerika bahwa kami sepenuhnya siap dan menunggu dengan sungguh-sungguh. Tentara Pembebasan Rakyat tidak akan pernah tinggal diam… Jika Ketua DPR Nancy Pelosi bersikeras mengunjungi Taiwan, China akan mengambil langkah tegas dan kuat untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorialnya. Apa tindakan yang akan diambil, mari kita tunggu dan lihat apakah Pelosi tetap melakukan kunjungan itu.”

Pelosi tiba di Singapura Senin pagi, negara pertama dalam lawatannya ke Asia.

Ia tidak mengonfirmasi laporan berita bahwa ia mungkin akan mengunjungi Taiwan, yang diklaim Beijing sebagai bagian dari wilayahnya.

Blinken Pastikan Kebijakan AS Tak Berubah

Dalam konferensi pers Jumat lalu (29/7) Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken menekankan kembali sikap Amerika atas kebijakan satu China. Ia juga bicara tentang pembicaraan Presiden Joe Biden dan Presiden Xi Jinping melalui telpon sehari sebelumnya.

“… Dan tentang Taiwan, di mana Presiden Biden menggarisbawahi kembali bahwa kebijakan kami tidak berubah. Amerika menentang keras upaya unilateral apapun untuk mengubah status quo atau untuk merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan… Ketika bicara tentang Taiwan, kami (Amerika dan China) memiliki banyak perbedaan, tetapi dalam lebih dari 40 tahun kami berhasil mengatasi perbedaan-perbedaan itu, dan melakukannya dengan cara melestarikan perdamaian dan stabilitas, dan memungkinkan rakyat Taiwan berkembang. Merupakan hal yang penting, sebagai bagian dari tanggung jawab kita bersama untuk mengelola hal ini dengan cara yang bijaksana, yang tidak menciptakan konflik.”

Kebijakan Satu China

Taiwan dan China berpisah pada tahun 1949 setelah komunis memenangkan perang saudara di daratan. Kedua pihak mengatakan mereka tetap satu negara, tetapi berbeda pandangan soal pemerintah mana yang berhak atas kepemimpinan nasional. Kedua pemerintahan tidak memiliki hubugan resmi, tetapi dihubungkan oleh perdagangan dan investasi bernilai miliaran dolar.

Amerika mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taipei ke Beijing pada tahun 1979, tetapi mempertahankan hubungan informal dengan pulau itu. Amerika diwajibkan oleh hukum federal untuk memastikan bahwa Taiwan memiliki sarana untuk membela diri.

“Kebijakan Satu China” atau “One China Policy” yang dijalankan Amerika menyatakan bahwa Amerika tidak mengambil sikap pada status kedua pihak tetapi ingin agar perselisihan di antara keduanya diselesaikan secara damai. Beijing mempromosikan kebijakan alternatif “Prinsip Satu China” atau “One China Principle,” yang menyatakan bahwa mereka adalah satu negara dan Partai Komunis adalah pemimpinnya.

Anggota-anggota Kongres Amerika telah secara terbuka mendukung minat Pelosi untuk melawat ke Taiwan meskipun ada tentangan dari China. Mereka tidak ingin terlihat Amerika menyerah pada China.

Beijing menilai kontak resmi Amerika dengan Taiwan sebagai dorongan untuk menjadikan kemerdekaan pulau itu secara de facto selama puluhan tahun sebagai sesuatu yang permanen. Namun, sejumlah pemimpin Amerika telah menyatakan bahwa mereka tidak akan mendukung itu.

Jika jadi berkunjung ke Taiwan maka Nancy Pelosi – pemimpin salah satu dari tiga cabang pemerintah Amerika saat ini – akan menjadi pejabat terpilih Amerika dengan peringkat tertinggi yang mengunjungi Taiwan sejak Ketua DPR Newt Gingrich pada tahun 1997. [em/lt/ka]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.