Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, pada Senin (1/8), mengatakan merupakan tugas negaranya untuk mengupayakan dunia tanpa senjata nuklir.

Berbicara di markas besar PBB di New York, Kishida mengatakan “Jepang bertekad menegakkan perjanjian non-proliferasi (NPT) sebagai penjaga.”

“Kita harus memastikan agar Nagasaki tetap menjadi tempat terakhir yang menderita akibat bom nuklir,” ujarnya dalam pertemuan tingkat tinggi yang sudah lama tertunda untuk meninjau perjanjian bersejarah berusia 50 tahun yang bertujuan mencegah perluasan senjata nuklir dan mencapai kesepakatan dunia bebas nuklir.

Guna mencapai tujuan itu, Jepang menjadwalkan beberapa pertemuan tingkat tinggi dengan harapan dapat membantu membangun momentum menuju tujuan tersebut.

Kishida juga meminta para pemimpin negara-negara pemilik senjata nuklir untuk meningkatkan transparansi dan terlibat dalam dialog.

Perjanjian Non-Proliferasi yang dikenal sebagai NPT dan berlaku sejak tahun 1970 merupakan perjanjian pengendalian senjata apapun yang paling dipatuhi. Perjanjian tersebut diikuti oleh sekitar 191 negara.

Berdasarkan ketentuan NPT, lima negara yang pertama kali memiliki senjata nuklir – yaitu Amerika, China, Rusia, Inggris dan Prancis – setuju untuk berunding agar pada suatu hari nanti mereka menghilangkan persenjataan tersebut; sementara negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir berjanji untuk tidak mengupayakan kepemilikan senjata tersebut dengan imbalan dapat mengembangkan energi nuklir untuk tujuan damai.

India dan Pakistan, yang tidak bergabung dalam NPT, masih terus mengupayakan pembuatan bom nuklir. Begitu juga Korea Utara, yang meratifikasi pakta itu tetapi kemudian mengumumkan akan menarik diri.

Israel, yang tidak menandatangani NPT, diyakini memiliki senjata nuklir tetapi tidak membenarkan ataupun menyangkal kabar tersebut.

Meskipun demikian perjanjian itu dinilai berhasil membatasi jumlah senjata nuklir baru sebagai kerangka kerja sama internasional dalam hal perlucutan senjata.

Pertemuan yang akan berakhir 26 Agustus nanti bertujuan menghasilkan konsensus tentang langkah-langkah selanjutnya, tetapi kalau pun ada, kecil harapan akan tercapainya sebuah kesepakatan yang substansial.

Kajian NPT setiap lima tahun sekali sedianya dilakukan pada 2020 ketika dunia sudah menghadapi begitu banyak krisis, tetapi tertunda karena pandemi virus corona.

Pertemuan kali ini berlangsung di tengah meningkatnya kekhawatiran akan terjadinya konfrontasi nuklir yang dipicu oleh pernyataan-pernyataan Rusia terkait invasinya di Ukraina sejak 24 Februari lalu.

Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan bahwa upaya apapun untuk campur tangan terhadap invasi yang dilakukannya di Ukraina, akan mengarah pada “konkuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” dan menekankan bahwa negaranya adalah “salah satu kekuatan nuklir paling kuat.” Beberapa hari setelah mengeluarkan pernyataan itu, Putin memerintahkan peningkatan kewaspadaan kekuataan nuklir. [em/jm]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.