Jadi Raja Baterai, RI Harus Akuisisi Tambang Lithium di Luar

tentang.co.id – Upaya Indonesia untuk menjadi raja industri baterai listrik dunia rupanya tak akan mulus begitu saja. Pasalnya, meskipun kaya akan mineral nikel, namun rupanya terdapat komponen bahan baku baterai kendaraan listrik lainnya yang tidak dimiliki RI.

Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengatakan, sekalipun Indonesia kaya raya akan nikel, namun hal tersebut rupanya belum cukup dalam pembuatan baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV). Mengingat, dua komponen bahan baku baterai kendaraan listrik seperti lithium dan graphite tidak ada di Indonesia.

“Jadi kalau di Indonesia kita kaya dengan nikel, namun ada dua komponen utama yang harus kita impor. Pertama adalah lithium, kedua, ada baterai untuk anodanya, bahannya itu kaya grafit, dua ini sangat kita butuhkan,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (12/9/2022).

Oleh sebab itu, pihaknya telah menyiapkan beberapa strategi untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya yaitu dengan melakukan akuisisi tambang di luar negeri.

“Kita harus bersiap-siap untuk mencari kalau memungkinkan tambang di luar yang lithium kita akuisisi, itu solusi mungkin yang paling benar, kalau kita dari segi baterai kami bisa mengurangi ketergantungan dari lithium dan graphite,” kata dia.

Dia menyebut, sejumlah negara yang kaya akan lithium antara lain Australia, Amerika Selatan, dan Afrika.

“Di Indonesia ga ada (lithium). Adanya di Australia, Amerika Selatan, dan Afrika,” ucapnya.

Selain opsi akuisisi, Toto juga tengah mengupayakan pengembangan teknologi yang tidak lagi mengandalkan lithium. Dengan begitu, Indonesia tidak lagi bergantung pada bahan baku impor.

Ia merinci, komponen material dari lithium sendiri untuk bahan baku baterai kendaraan listrik paling tidak hanya 10%, kobalt atau mangan sekitar 10% dan sisanya 80% merupakan nikel.