Cerita WNI di Inggris: Harga Naik Gila-gilaan, Warga Mulai ‘Kabur’

tentang.co.id – Warga Negara Indonesia (WNI) di Inggris menceritakan mahalnya biaya hidup di Inggris saat ini. Hampir semua harga komoditas naik gila-gilaan imbas pandemi COVID-19 dan terkini perang Rusia-Ukraina.

Dyah (39) yang tinggal di London mengatakan harga makanan dan minuman sudah naik sekitar 12,6%. Dia mencontohkan harga susu 1,55 pound sterling atau Rp 25.299 tergantung merk, keju British Mature Cheddar 6 pound sterling atau Rp 97.932/kg, mentega rata-rata 3,18 pound sterling atau Rp 51.903/pack, dan tepung terigu sekitar 2,05 pound sterling atau Rp 33.460/kg (kurs Rp 16.322).

“Sejak pandemi COVID-19 mulai Maret 2020 dan kemudian invasi Rusia ke Ukraina, situasi Inggris banyak mengalami perubahan. Biaya hidup di Inggris Raya meningkat sangat signifikan,” kata Dyah saat dihubungi detikcom, Minggu (25/9/2022).

Harga BBM juga masih tinggi meskipun sudah mengalami penurunan. Saat ini harga rata-rata BBM berada di level 1,68 pound sterling atau Rp 27.420/liter, lebih murah dibanding Juni 2022 yang sempat di level 1,92 pound sterling atau Rp 31.338.

WNI lainnya yang tinggal di Kota Leeds, Eva (35) mengatakan saat ini Inggris sedang mengalami krisis energi parah. Hal ini disebabkan banyak warga mulai beraktivitas dan membutuhkan banyak energi pasca pandemi COVID-19, ditambah cuaca dingin membutuhkan energi untuk heater (pemanas).

Pemerintah pun menaikkan harga dasar energi dan tagihan listrik warga Inggris otomatis membengkak. Menurut Eva, tahun ini pemerintah Inggris sudah menaikkan dua kali tarif listrik dan akan kembali naik pada Oktober 2022.

“Tagihan yang naik pastinya tagihannya energi, tahun ini saja sudah dua kali naik energinya dan nanti bulan Oktober akan naik lagi. Sekitar sepertiga pendapatannya itu untuk biayain energi, belum untuk sama rumah, cicilan, makanan,” tuturnya.

Menurut Eva, banyak orang di Inggris yang tidak bersedia bekerja karena pertimbangan gaji. Sayangnya mereka sulit mendapat pekerjaan baru akibat belum pulihnya ekonomi, bahkan tidak sedikit yang memilih meninggalkan Inggris.

“Masyarakat sipil di sini mulai memikirkan bagaimana caranya mereka dapat upah yang layak. Banyak yang tidak bersedia bekerja karena upahnya terlalu kecil, banyak melakukan eksodus ke negara Eropa atau ke mana,” bebernya.

Kebanyakan pekerja dari sektor transportasi memilih mogok kerja karena kenaikan tarif tidak diimbangi dengan gaji mereka. Tidak hanya itu, mogok kerja juga terjadi di sektor kebersihan.

“Banyak pegawai pelayanan publik yang melakukan mogok seperti asosiasi pegawai Kereta, asosiasi dinas kebersihan kota di beberapa kota yang saya tahu seperti Glasgow dan Edinburgh itu petugas kebersihannya mogok, sampah-sampah nggak diambil,” ucapnya.