Sinyal Resesi Kencang, Harga Timah Malah Mencoba Naik 1,84%!

tentang.co.id – Harga timah dunia terpantau menguat pada sesi perdagangan hari ini namun masih sulit untuk terangkat di atas level US$ 30.000 per ton. Ini menandakan ekonomi global masih dilanda tekanan yang begitu kuat apalagi pasca proyeksi the Fed yang kian agresif dalam memerangi inflasi hingga tahun depan.

Harga timah di pasar logam dunia, London Metal Exchange (LME) pada Selasa (27/9/2022), pukul 13:45 WIB tercatat US$ 21.020 per ton, menguat 1,84% dibandingkan harga penutupan kemarin yakni US$ 20.640 per ton.

Harga timah hari ini kembali diperdagangkan di level US$ 21.000 yang tergolong masih berada dalam tren yang rendah. Harga timah memang belum mampu menanjak terlalu jauh akibat tak seimbangnya permintaan dan penawaran pasca perang Rusia-Ukraina meletus.

Persediaan timah di gudang yang dipantau oleh bursa logam London (LME) terus menumpuk. Berdasarkan pantauan Tim Riset CNBC Indonesia pada 26 September 2022 persediaan timah di gudang LME tercatat 5.155 ton, naik 75,64% point-to-point (ptp) sejak awal bulan Juni lalu yakni sebesar 2.935 ton. Namun stok ini tercatat turun tipis 0,09% dari hari sebelumnya.

Permintaan yang tertekan memicu stok yang kian menumpuk dam membuat harga timah sulit terangkat. Apalagi, sentimen dari The Fed masih mendominasi membuat harga timah masih cenderung tertekan. Apalagi, Tahun depan The Fed masih berpotensi kembali menaikkan suku bunga acuan yang memicu kekhawatiran resesi.

Sementara itu, menguatnya dolar AS akan membatasi pergerakan harga timah. Dolar yang menguat menjadi sentimen negatif bagi timah yang dibanderol dengangreenbacksebab menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Permintaan turun, maka harga mengikuti.

“Azab dan kesuraman tentang pertumbuhan dan dampak permintaan, dolar yang lebih kuat dan peningkatan persediaan menekan kompleks dasar (logam),” kata seorang pedagang logam yang dikutip dari Reuters.

Saat pertumbuhan ekonomi melambat, maka permintaan timah pun akan bergerak datar di mana menandakan ekonomi global masih tertekan.

Proyeksi dan arah suku bunga ke depan yang dirilis oleh Komite Pengambil Kebijakan (FOMC). Dalam proyeksinya, FFR bisa sampai 4,4% akhir tahun ini.

Bahkan ketika pelaku pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga acuan tahun depan, proyeksi FOMC justru sebaliknya. Tahun depan mereka masih berpotensi kembali menaikkan suku bunga acuan. Proyeksi tersebut pada akhirnya membuat harga timah kembali dilanda dengan koreksi.

Kampanye kenaikan agresif Federal Reserve, ditambah dengan pemotongan pajak Inggris yang diumumkan minggu lalu telah menyebabkan dolar AS melonjak. Euro mencapai level terendah terhadap dolar sejak 2002.

“Kekuatan dolar AS seperti itu secara historis menyebabkan semacam krisis keuangan maupun ekonomi,” tulis Michael Wilson dari Morgan Stanley, kepala strategi ekuitas AS, dalam sebuah catatan yang dikutip dari CNBC International.

Fitch Solution memperkirakan pertumbuhan permintaan timah global akan berkurang seiring melemahnya ekonomi global. Permintaan dari sektor manufaktur elektronik akan menahan penurunan permintaan lebih dalam lagi. Sektor elektronik sendiri menjadi sumber utama permintaan timah olahan.

Diperkirakan permintaan timah sebanyak 369.000 ton pada 2022. Jumlah ini bertumbuh 1,3% dibandingkan tahun lalu, yang mana permintaan global sebanyak 364.000 ton. Laju pertumbuhan juga melambat dibandingkan 2021 sebesar 3,9%.

TIM RISET CNBC INDONESIA